Tidak Sedang Terjebak Nostalgia
Khilafah bukanlah sebatas romantika sejarah yang menjadi nostalgia
bagi umat Islam. Berbagai peninggalan
bersejarah dari masa kekhilafahan baik situs berupa masjid, kampus, istana,
gedung-gedung, taman, noria (roda air), dan sebagainya sebenarnya cukup menjadi
bukti bahwa kemajuan & kesejahteraan umat dalam kehidupan terwujud di masa
itu.
Bagi anda yang
berkesempatan berkunjung ke Topkapi Palace atau Istana Topkapi, Istanbul, Turki
tentunya akan terkagum-kagum akan keindahan dan kemegahan dari peninggalan
kekhilafah Ottoman (Utsmaniyah) ini.
Istana Topkapi yang dibangun pada tahun 1459 atas perintah Sultan Mehmed
II ini satu kompleks dengan Hagia Sophia & Blue Mosque.
Yunani pun ternyata
memiliki peninggalan dari masa kejayaan Islam.
Tepatnya di kota Thrace ditemukan beberapa bangunan dengan arsitektur
Yunani-Islam. Kekhilafahan Ottoman
(Utsmani) menyebut Yunani dengan nama Tourkratia.
Selain situs ada
pula buku-buku hasil tulisan para ilmuwan yang hidup di masa kekhilafahan. Ilmuwan non muslim warga negara khilafah (kafir
dzimmi) bahkan memberikan kontribusinya untuk peradaban Islam di saat
itu. Contohnya adalah Theodore Abu
Qurrab, ia adalah seorang Nasrani yang dekat dengan teks-teks filsafat, teologi
dan ilmu alam. Kemudian Abu Sal’Isa ibn
Yahya al Masihi al Jurjani, ia pun seorang Nasrani yang juga dokter dan
ternyata adalah guru Ibnu Sina. Buku
hasil karyanya yaitu Al-Maa’fi’-l-sana’a al tabi’iyyah adalah
ensiklopedi pengobatan dan merupakan kitab medis pertama yang berbahasa
Arab. Untuk ilmuwan dan cendekiawan
muslim, tentu tak terhitung jumlahnya.
Al-Baghdadi menulis At-Thabikh (1226 M) yaitu buku mengenai
kuliner dari Baghdad, Dasmaskus, Kairo dan negeri-negeri lainnya. Ibn Sayyar
al-Warraq menulis dalam bukunya tentang aspek masak memasak disertai penjabaran
perlengkapan dapur & ditutup dengan adab di meja makan. Beberapa resep makanan juga ditulis spesifik
misalnya untuk orang yang sakit dada atau batuk, tinggal di tempat yang dingin,
juga untuk orang yang bepergian.
Selain buku- buku, tak ketinggalan tentunya pusat
pendidikan bagi rakyat yang didirikan oleh kekhilafahan di masanya. 1).
Khalifah Harun al Rasyid membangun Baytul Hikmah, sebuah sekolah
(madrasatul ‘ilmi) sekaligus perpustakaan besar di Baghdad sebagai tempat
belajar bagi rakyatnya; 2). Amir Abdurrahman al Umawi membangun
Universitas al Qurthubah di Cordova, Andalusia (Spanyol); 3).
Sultan Utsmani pada akhir abad 20 memberikan beasiswa kepada empat orang
anak di Batavia untuk bersekolah di Istanbul (ibuka khilafah saat itu) dan
seterusnya. Beberapa pusat lembaga
pendidikan yang ternama karena ia menjadi simbol kegemilangan pendidikan di
masa khilafah yaitu Nizamiyah (Baghdad), Al-Azhar (Mesir), Al-Qarawiyyin (Fez,
Maroko) & Sankore (Timbuktu, Mali, Afrika).
Dari potret sejarah mengenai pendidikan yang diselenggarakan oleh
khilafah merupakan bukti betapa besarnya
perhatian khilafah kepada dunia pendidikan.
Khilafah memerhatikan benar dari sisi sistem kependidikan, penguatan
basis ideologi hingga penganggaran. Satu hal yang tidak bisa dipungkiri,
khilafah tidak mengenal batas-batas negeri dalam mengurusi urusan umat. Sebagai contoh, Istanbul pun pernah mengurusi
distribusi Al Quran hingga ke Nusantara.
Dari sisi kemajuan
teknologi, kereta api merupakan salah satu alat transportasi yang tidak hanya
menunjang sisi ekonomi tapi memudahkan umat dalam bepergian untuk memenuhi
keperluan baik dalam hal pendidikan, beribadah, wisata dan lain-lain. Sultan Abdul Hamid II pada tahun 1908
membangun jalur kereta api yang menghubungkan Damaskus, Suriah ke Madinah. Selain untuk menghubungkan dengan Istanbul,
Turki ternyata jalur ini sekaligus sebagai sarana transportasi haji. Sayangnya jalur kereta api ini hancur ketika
Khilafah Utsmaniyah terlibat Perang Dunia I di pihak Jerman.
Selain itu, dalam
hal teknologi militer, Khilafah Utsmani memiliki armada laut yang terkuat dan
terbesar di abad XVI. Sejak kekhilafahan
Islam berhasil mengalahkan Kekaisaran Romawi yang beribukota di Konstatinopel
(1453 M), kekhilafahan Utsmani mengembangkan Istanbul menjadi pusat
pelayaran. Saat itu Khilafah Utsmaniyah
memiliki armada kapal laut terbesar di dunia.
Angkatan Laut Khilafah Utsmaniyah bahkan menguasai Laut Mediterania, Laut
Hitam dan Samudera Hindia, sehingga dikenal sebagai pemerintahan yang bermarkas
di lautan. Industri perkapalan, baik
kapal untuk berniaga maupun untuk militer berkembang pesat. Di era tersebut, kapal perang yang paling
besar sanggup menampung sekitar 1.500 pasukan.
Apakah kekhilafahan
pernah terlibat bencana alam & kesulitan ekonomi? Tentu saja pernah. Namun upaya pemerintah di masa itu senantiasa
mengintrospeksi diri dan mengembalikan apa yang nampak keluar dari jalur hukum
(Islam) maka saat itu pula berusaha kembali kepada jalan yang semestinya. Pemerintah menyadari bila ada kemaksiatan
terjadi maka tentu negara yang tengah ia pimpin beserta dirinya dan rakyatnya
pun akan menuai akibatnya. Maka selain
menihilkan kemaksiatan, pemerintah pun mengupayakan kemutakhiran teknologi
serta mengawal aplikasinya untuk hal-hal teknis. Dalam hal-hal prinsipil, yaitu muamalah,
salah satunya ekonomi, pemerintah
menganalisa & mengevaluasi penyebab kemunduran perekenomian yang
terjadi. Bisa saja saat itu masih ada
penyelewengan praktik ekonomi yang tidak sesuai dengan sistem ekonomi Islam
misalnya terjadi penimbunan barang, riba, dan lain-lain.
Untuk meminimalisir
bahaya banjir, kota Baghdad yang dialiri sungai Tigris saat dibangun (758 M),
wilayah tanah yang tidak tergenang dijamin untuk seterusnya aman dari
banjir. Namun, pemerintah tetap
membangun bendungan terusan dan alat peringatan dini bila sewaktu-waktu terjadi
banjir. Dalam hal pengendalian air, Abu
Rayhan al Biruni (973-1048) mengembangkan teknik untuk mengukur beda tinggi
antara gunung dan lembah guna merencanakan irigasi. Al Jazari (1206) menemukan berbagai variasi
mesin air yang bekerja otomatis.
Berbagai elemen mesin buatannya tetap aktual ketika mesin digerakkan
dengan uap atau mesin.
Untuk mengatasi
kesenjangan ekonomi, khilafah mempunyai peranan vital yaitu : 1). Memastikan
distribusi kekayaan yang adil dan merata, dalam bentuk barang & jasa kepada
seluruh rakyat ; 2). Mencegah
berhentinya distribusi kekayaan seperti larangan menimbun uang dan barang. Termasuk diharamkannya riba, mafia, kartel,
manipulasi barang dan sebagainya.
Tidak adanya barang
dan jasa yang haram di tengah masyarakat tentu mentalitas & produktivitas
rakyat pun menjadi sehat serta meningkat.
Hal ini akan membuat sumber-sumber ekonomi seperti perdagangan, jasa,
industri dan pertanian akan mampu dijaga, dikelola dan ditingkatkan secara baik
dan benar (sesuai hukum syara’/Islam).
Testimoni sejarah
yang saya sampaikan hanyalah sekelumit fakta dari selama 1000 tahun lebih kekhilafahan
berkuasa dan berhasil mencatat kemegahan & kegemilangan khilafah dalam hal
mensejahterakan serta mencerdaskan umat tanpa batas wilayah. Khilafah yang tegak pada landasan ideologi
Islam sebenarnya tidaklah mengusung kosmopolitanisme, namun memang secara
fitrahnya Islam adalah ideologi yang universal dan bila diaplikasikan secara
menyeluruh dalam seluruh aspek kehidupan maka terwujudlah rahmatan ‘lil
alamin.
“Jika saja
penduduk negeri beriman dan bertakwa, niscaya Kami akan membukakan bagi mereka
pintu-pintu keberkahan dari langit dan bumi (QS. Al-A’raf : 96).”
Wallahu’alam bish shawab.
(* diolah dari berbagai sumber
(*ilustrasi foto :Masjid Tzistarakis di Monastaraki, Yunani -wikipedia
Post a Comment for "Tidak Sedang Terjebak Nostalgia "
Terima kasih untuk kunjungan & komentarnya ya. Jangan bosen mampir ke blog ini. Oya, jangan tuliskan link hidup pada komentar Anda.